Abu Nawas dan Lalat

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Lalat, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Lalat, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Abu Nawas sangat sedih melihat rumahnya hancur karena diobrak-abrik prajurit kerajaan. Tapi, dengan akal liciknya, Abunawas berhasil membalas menghancurkan kerajaan dengan sebuah tongkat yang terbuat dari besi. Dengan berdalih untuk membunuh lalat-lalat yang telah makan nasinya, Abu Nawas memporak-porandakan seluruh isi kerajaan.

Pada suatu hari Abu Nawas terlihat murung. Ia hanya tertunduk lesu mendengarkan penuturan istrinya yang mengatakan kalau beberapa pekerja kerajaan atas titah Raja Harun membongkar rumahnya. Raja berdalih bahwa itu dilakukan karena bermimpi kalau di bawah rumahnya terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya. Namun, setelah mereka terus menerus menggali, ternyata emas dan permata tidaj jua ditemukan. Parahnya, sang raja juga tidak mau meminta maaf dan mengganti rugi sedikitpun kepada Abu Nawas. Karena itulah Abu Nawas sakit hati dan memendam rasa dendam kepada perusak rumahnya.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas perbuatan baginda. Makanan yang dihidangkan istrinya pun tidak dimakan karena nafsu makannya telah lenyap. Keesokan harinya Abu Nawas melihat banyak lalat-lalat mulai menyerbu makanannya yang sudah mulai basi. Begitu melihat lalat-lalat itu berterbangan, Abu Nawastiba-tiba saja tertawa riang seolah mendapatkan ide. "Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi," kata Abu Nawas kepada istrinya.

Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana, Abu Nawas membungkuk memberi hormat kepada Raja Harun. Raja Harun terkejut atas kedatangan Abu Nawas.i hadapan para menterinya, Raja Harun mempersilahkan Abu Nawas untuk menghadap. "Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dan berani memakan makanan hamba," lapor Abu Nawas. "Siapakah tamu-tamu tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" ujar Baginda dengan bijaksana. "Lalat-lalat ini Tuanku," kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Paduka junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini," ujar Abu Nawas sekali lagi. "Lalu, keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?" respon Raja Harun. Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat yang nakal itu," kata Abu Nawas memulai muslihatnya.

Akhirnya Raja Harun dengan terpaksa membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimanapun mereka hinggap. Setelah mendapat izin tertulis itu Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan menggunakan tongkat besi yang dibawa dari rumah, Abu Nawas mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ketika hinggap di kaca, Abu Nawas dengan tenang dan leluasa memukul kaca itu hingga pecah. Kemudian vas bunga nan indah juga ikut terkena pukul dan pecah. Akhirnya hanya dalam beberapa menit saja seluruh perabot istana hancur berkeping-keping. Raja Harun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruannya yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganysa.

Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri, Barang-barang kesayangan Raja Harun banyak yang hancur. Bukan cuma itu saja, raja juga menanggung rasa malu. Kini dia sadar betapa kelirunya telah berbuat semena-mena kepada Abu Nawas.