Asal Usul Padi - Dewi Sri

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Kisah Asal Usul Padi - Dewi Sri, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Kisah Asal Usul Padi - Dewi Sri, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Konon kabarnya, dahulu kala bertahtalah Batara Guru di Kayangan. Batara Guru memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada suatu hari Batara Guru mengumpulkan dewa di seluruh Kayangan. Setelah dewa-dewa itu berkumpul, maka berkatalah Batara Guru, “Wahai, para Dewa. Hari ini kita akan membangun sebuah istana baru lagi. Bersediakah kalian membantuku?” “Tentu bersedia”, jawab dewa-dewa itu.

Keesokan harinya pada dewa sibuk mengangkat bahan bangunan istana itu. Ada yang memikul batu, ada pula yang menggotong kayu. Bahkan beberapa dewa menjaga keamanan bahan-bahan bangunan itu. Di tengah-tengah kesibukan itu, tampaklah Dewa Anta duduk termenung. Ia bersedih hati dan meneteskan air mata.

Tiba-tiba datanglah Batara Narada menghampiri Dewa Anta. Kata Batara Narada. “Aduhai Dewa Anta, mengapa anda bersedih saja? Adakah sesuatu yang menggangu anda? Katakanlah, Dewa Anta, Katakanlah!” “Oh, Batara Narada! Sesungguhnya hamba merasa bersedih, sebab hamba tidak dapat membantu Batara Guru membangun istana baru itu. Kedua tangan hamba buntung, sedangkan kedua kaki hamba lumpuh. Apakah yang akan hamba kerjakan?”

Mendengar jawaban Dewa Anta itu, Batara narada merangkulnya, seraya berkata, “Hapuslah air matamu, Dewa Anta!, marilah kita menghadap Batara Guru.” Tiba-tiba butir-butir air mata Dewa Anta itu berubah menjadi tiga butir telur. Dewa Anta memandangi telur itu. “Nah, Dewa Anta, bawalah ketiga butir telur itu e hadapan Batara Guru!” perintah Batara Narada. “Baiklah, Batara Narada,” ujar Dewa Anta lagi.

Ketiga butir telur itu dikulum dalam mulut Dewa Anta. Kemudian merekapun berangkat menuju Batara Guru di Istana kayangan. Dewa Anta didukung Batara Narada Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seekor burung garuda. Sambil mengepakkan sayapnya burung garuda itu mendekati Dewa Anta, dan berkata, “Hai Dewa Anta! Sudah lama benar kita tak berjumpa. Mau pergi kemana anda sekarang?”

Dewa Anta diam saja, sebab mulutnya penuh dengan tiga butir telur tadi. Berkali-kali burung garuda itu bertanya, namun Dewa Anta tetap tidak menjawab. Hilanglah kesabaran burung garuda itu, lalu membentak, “Hai Dewa Anta! Rasakanlah balasanku!” Sambil berteriak, burung garuda itu melukai mulut Dewa Anta. Akhirnya keluarlah dua butir telur dari mulut Dewa Anta dan jatuh ke bumi. “O, Batara Narada! Tolonglah hamba dari siksaan burung ini! Tak tahan rasanya hamba menderita seperti ini! Keluh Dewa Anta kesakitan. Batara Narada tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali memegang erat tubuh Dewa Anta “Hai, Dewa Anta! Benda apakah yang keluar dari mulutmu itu?” tanya burung garuda keheranan “Dua butir telur yang akan kami persembahkan kepada Batara Guru,” jawab Batara Narada. Dewa Anta masih terdiam saja, sebab masih ada sebutir telur lagi dalam mulutnya “Ha.... ha.....” burung garuda tertawa. “Rupanya kamu hanya pandai bertelur saja, tetapi tidak pandai menetaskannya. Sekarang puaslah hatiku, sebab kematian anak-anakku olehmu dahulu, telah terbayar!” ujar burung garuda lagi, lalu terbang meninggalkan mereka

Kedua butir telur itu jatuh berguling-guling. Setibanya di atas tanah lalu pecah dan berubah menjadi babi hutan dan tikus sawah Batara Narada dan Dewa Anta meneruskan perjalanan lagi. Sesampainya di Istana kayangan, bersujudlah Dewa Anta, “Ampun Batara Guru!” sembah Dewa Anta. “Hamba hanya dapat mempersembahkan satu butir telur ini” Batara Guru guru membalas, “Wahai, Dewa Anta, demi kebahagianmu peliharalah kembali telur itu, sampai menetas nanti!” Dewa Anta membawa kembali telur yang sebutir itu. Dari hari ke hari telur itu dipelihara oleh Dewa Anta Pada suatu hari telur itupun menetaslah. Di dalam telur itu terbaring seorang putri. Putri itu di beri nama Dewi Sri. Maka Batara Guru pun mengutus Batara narada menjemput Dewi Sri

Dewa di kayangan tahu pula, bahwa Dewi Sri telah lahir. Ketika Batara Narada sampai dikediaman Dewa Anta, berkatalah ia, “Dewa Anta, sekarang telur itu sudah menetas. Atas perintah Batara Guru, Dewi Sri akan kubawa menghadap Batara Guru Dewa Anta dan Dewi Sri sedih sekali, sebab mereka harus berpisah. Kemudian Dewi Sri bersujud, “Ampunilah hamba, Dewa Anta. Bukan hamba menolah perintah Batara Guru, hanya kalau diizinkan hamba ingin berbakti dulu disini.” Sudahlah, Dewi Sri. Sekarang juga anda harus berangkat bersama Batara Guru!”

Batara Guru sangat sayang kepada Dewi Sri. Dewi-dewi yang lain sangat iri kepada Dewi Sri. Oleh karena itulah pada suatu hari Dewi Sri diracun oleh mereka, lalu di buang ke bumi. Dewi Sri menghembuskan napasnya yang penghabisan. Sementara itu penduduk bumi berkerumun di dekat mayat Dewi sri. Mereka mengubur mayat tersebut.

Lama kelamaan tumbuhlah tanaman padi diatas kuburan Dewi sri. Melihat peristiwa itu, berkatalah Batara Guru, “Wahai seluruh penduduk bumi! Lihatlah tanaman padi itu! Peliharalah baik-baik agar supaya tumbuh subur! Disamping itu jagalah serangan babi hutan dan tikus sawah!” Sejak itulah penduduk bumi menanam dan memelihara tanaman yang dinamakan padi untuk makanan sehari-hari.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.