Abu Nawas Telur Beranak

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Telur Beranak : Menipu Balik Tuan Tanah
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Telur Beranak : Menipu Balik Tuan Tanah, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada suatu sore, Abu Nawas duduk di beranda rumahnya sambil memandang langit. Abu Nawas berpikir bagaimana caranya agar sore itu keluarganya bisa dapat makan. Sementara itu, dalam jarak puluhan meter dari rumah Abu Nawas, seorang tuan tanah tinggal. Rumahnya mewah, lengkap dengan gudang makanan dan peternakan serta perkebunan yang luas. Hamppir semua warga di kampung itu, bahkan termasuk Abu Nawas, bekerja kepada tuan tanah tersebut. Namun, tuan tanah itu memiliki sifat yang kikir serta tamak. Tuan tanah itu mendengar berita bahwa Abu Nawas memiliki keahlian yang unik. Apabila meminjam sesuatu akan dikembalikan secara lebih dengan alasan beranak. Seperti meminjam seekor ayam, maka akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak.

Tuan tanah lalu mencari cara agar Abu Nawas segera meminjam uang darinya. Kebetulan pada sore itu Abu Nawas ingin meminjam berupa tiga butir telur. Kontan saja tuan tanah senang bukan kepalang karena pinjaman itu akan menjadi banyak nantinya. Bahkan tuan tanah tersebut menawarkan pinjaman-pinjaman yang lain. Akan tetapi Abu Nawas menolaknya karena dia hanya butuh tiga butir telur itu saja. Saat tuan tanah menanyakan kapan telur itu akan beranak, Abunawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.

Lima hari berlalu, Abu Nawas pun mengembalikan telur yang dipinjamnya dengan lima butir telur. Tuan tanah sangat senang dan dia menawarkan pinjaman lagi. Abu Nawas pun meminjam piring tembikar sebanyak dua buah dan tuan tanah itu dengan senang hati meminjamkannya dengan harapan piring tembikarnya beranak kayak telur ayam yang dulu. Lima hari pun berlalu lagi dan Abu Nawas mengembalikan piring tembikar sebanyak tiga buah.

Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hati si Tuan tanah cukup gembira. Tak apalah piki tuan tanah karena bisa saja orang itu mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak. Paada hari selanjutnya, si tuan tanah menawarkan pinjaman uang senilai 1000 dinar. Sebuah jumlah yang cukup besar, bahkan bisa untuk menggaji seluruh karyawan tuan tanah selama satu bulan.

Dia menanti dengan tidak sabar. Hari berganti hari bahkan lima hari terlewati sudah. Tak terasa sudah berjalan satu bulan dan Abu Nawas tak kunjung datang ke rumahnya. Karena tidak sabar, si tuan tanah mendatangi Abunawas dengan didampingi pengawalnya. Mulanya si tuan tanah gembira, namun dia marah besar setelah menerima penjelasan dari Abu Nawas. "Sayang sekali Tuan, uang yang saya pinjam, bukannya beranak, malah tiga hari setelah saya bawa pulang, mati mendadak," ujar Abu Nawas. Mendengar itu, si tuan tanah menjadi geram. Pengawalnya hampir saja memukul Abu Nawas, tapi untung saja tidak jadi karena ada rombongan pekerja yang baru pulang. Tuan tanah mengadukan Abu Nawas ke pengadilan dan berharap Abunawas digantung atau bahkan dihukum rajam.

Di depan hakim, Abu Nawas melakukan pembelaan dengan membeberkan semua duduk persoalannya. Demikian juga dengan si tuan tanah. Pengadilan pun memutuskan bahwa Abu Nawas tida bersalah karena sangat masuk akal kalau sesuatu yang bisa beranak pasti bisa mati. Seketika itu juga tuan tanah yang tamak itu pingsan selama beberapa jaman sulit untuk dibangunkan. Ia telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak dan pelit.