Dongeng Fabel Kuda, Kancil dan Gajah

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Kuda, Kancil dan Gajah, Semut dan Cicak...

Dongeng Kucing dan Tikus Tua

Dongeng Kucing dan Tikus Tua
Dongeng Kucing dan Tikus Tua
Cerita Dongeng Indonesia - Dongeng Kucing dan Tikus Tua yang Berpengalaman. Saat tikus-tikus melihat posisi kucing seperti itu, mereka menyangka bahwa sang Kucing di gantung seperti itu karena melakukan kesalahan. Dengan hati-hati, mereka mengeluarkan kepala mereka dari sarang dan mengendus-endus kesana-kemari. Karena tidak terjadi apa, mereka akhirnya melompat keluar dari sarang dan menari-nari dengan gembira untuk merayakan kebebasan mereka.

Saat itulah sang Kucing tiba-tiba melepaskan pegangannya pada tali, dan sebelum tikus-tikus tersebut tersadar dari rasa terkejut mereka, sang Kucing telah menangkap tiga sampai empat ekor tikus.

Sekarang tikus-tikus makin berhati-hati. Tetapi sang Kucing yang selalu ingin menangkap tikus, membuat tipuan yang lain. Mengguling-gulingkan tubuhnya ke tempat terigu hingga tubuhnya tertutup sepenuhnya oleh terigu, lalu sang Kucing berbaring diam-diam dengan satu mata terbuka.

Yakin bahwa keadaan aman, tikus-tikus mulai keluar kembali dari sarang. Saat sang Kucing yang berbaring diam, telah siap-siap untuk menerkam tikus-tikus tersebut, seekor tikus tua yang berpengalaman dengan tipuan sang Kucing, dan pernah kehilangan ekornya akibat kecerobohannya di masa muda, berdiri sambil menjaga jarak di dekat sarang mereka.

"Hati-hati!" teriaknya. "Mungkin terigu itu kelihatan seperti tumpukan makanan yang lezat, tetapi sepertinya itu adalah tipuan dari sang Kucing. Apapun itu, lebih baik kalian semua berhati-hati dan menjaga jarak yang aman."

Pesan Moral Dongeng Kucing dan Tikus : Orang yang bijaksana tidak akan membiarkan dirinya tertipu kedua kalinya

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.



Kelinci Penakut dan Kodok

Kelinci Penakut dan Kodok
Cerita Dongeng Indonesia - Dongeng Fabel Kelinci Penakut dan Kodok. Kodok berlarian dan melompat ke kolam karena ketakutan melihat kelinciKelinci, seperti yang kita tahu merupakan makhluk yang penakut. Sedikit saja bayangan yang mucul, akan membuat mereka lari terbirit-birit bersembunyi. Suatu ketika, mereka berdiskusi bagaimana cara agar mereka bisa terhindar dari ketakutan. Saat mereka sedang ribut berdiskusi, tiba-tiba bunyi suatu suara yang aneh sehingga kelinci-kelinci tersebut lari ketakutan menuju ke sarangnya. Saat itu mereka berlari melewati sebuah kolam, di mana pada kolam tersebut tinggallah keluarga kodok yang sedang duduk di alang-alang pinggiran sungai. Dalam sekejap mata, kodok-kodok yang terkejut melihat kelinci yang berlarian, berhamburan lari dan melompat masuk ke dalam kolam.

"Lihat," teriak seekor kelinci, "kita seharusnya tidak perlu terlalu khawatir dengan sifat penakut kita, di sini masih ada makhluk yang lebih penakut dan takut kepada kita!"

Pesan Moral Dongeng Kodok : Bagaimana pun jeleknya nasib yang kita alami, masih ada yang bernasib lebih jelek dibandingkan dengan kita.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.


Si Dayang Bandir

Si Dayang Bandir
Cerita Dongeng Indonesia - Si Dayang Bandir Cerita Rakyat Sumatera Utara. Dahulu di propinsi Sumatera Utara terdapat dua kerajaan. Kerajaan itu dikenal dengan nama Kerajaan Timur dan Kerajaan Barat. Pada suatu ketika, raja yang berkuasa di Kerajaan Timur menikah dengan adik perempuan dari raja yang berkuasa di Kerajaan Barat. Beberapa tahun kemudian lahir seorang bayi perempuan yang diberi nama ‘Si Dayang Bandir’, tujuh tahun kemudian lahir seorang anak laki-laki yang bernama Sandean Raja. Ketika masih kecil, ayah Si Dayang Bandir dan Sandean Raja meninggal dunia.

Dengan meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi kosong. Berhubung Sandean Raja masih kecil dan belum bisa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, maka dalam sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk mengendalikan pemerintahan kerajaan. Si Dayang Bandir mempunyai akal untuk menyelamatkan benda-benda pusaka agar jangan sampai jatuh ke tangan pamannya yang hanya menggantikan pemerintahan sementara. “Hmm.. benda-benda pusaka ini haurs kuselamatkan agar jangan sampai jatuh di tangan pamanku, kelak adik Sandean Raja lah yang berhak atas benda-benda pusaka ini,” gumam Si Dayang Bandir.

Tidak berapa lama, Paman Kareang mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja telah disimpan Si Dayang Bandir. Ia mendesak Si Dayang Bandir agar menyerahkan benda-benda itu. “Awas! Kalau benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatanmu akan terancam!” Itulah ancaman Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si Dayang Bandir tetap tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu.

Kekesalan Paman Kareang menyebabkan Si Dayang Bandir dan Sandean Raja dibuang ke hutan. Sesampainya di hutan, Paman Kareang mengikat Si Dayang Bandir di atas sebatang pohon sehingga tidak dapat dijangkau adiknya, Sandean Raja. Sandean Raja menangis tak henti-henti sampai kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut, setiap mencoba ia pun jatuh. Tubuhnya menjadi tergores dan luka-luka. “Biarlah kekejaman paman ini kutanggung sendiri,” kata Si Dayang Bandir lemah. “Bila kau lapar, makanlah pucuk-pucuk daun yang berada di sekitarmu,” ucap Si Dayang Bandir, kepada adiknya yang kelaparan.

Setelah beberapa hari terikat di batang pohon, akhirnya Si Dayang Bandir tampak mulai lemas dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. “Begitu kejam pamanku!” umpat Sandean Raja. Ia pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si Dayang Bandir. “Ku harap kau segera menghadap Raja Sorma,” bisik halus Roh Si Dayang Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma adalah adik kandung dari Ibu Sandean Raja. Raja Sorma tidak kejam seperti Paman Kareang yang saat ini sudah menjadi raja di Kerajaan Timur.

Sandean Raja berhasil keluar dari hutan dan segera menuju ke wilayah Kerajaan Barat untuk menghadap Raja Sorma. “Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba adalah Sandean Raja. Putra Mahkota Kerajaan Timur,” kata Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan Sandean Raja karena ia mendengar bahwa Sandean Raja dan Si Dayang Bandir telah meninggal dunia. Untuk membuktikan bahwa Sandean Raja benar-benar keponakannya, Sandean Raja diuji memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana. Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut “Rumah Bolon” dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.

Raja Sorma belum mau mengakui Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh ujian terakhir. Yaitu, menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah ruang yang gelap gulita. Sandean Raja merasa khawatir kalau ujian yang terakhir ini ia tidak berhasil. “Jangan khawatir, aku akan membantumu,” bisik roh Si Dayang Bandir. Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang bersimpuh. Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Sorma dan dinikahkan dengan puterinya. Setahun kemudian, Sandean Raja bersama prajurit Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai oleh paman Raja Kareang. Dalam waktu yang tidak lama, Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan Raja Kareang terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur akhirnya di kuasai oleh Sandean Raja. Dan akhirnya Sandean Raja dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur dan hidup bahagia bersama istri dan rakyatnya.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.



Dongeng Si Lancang

Si Lancang
Cerita Dongeng Indonesia - Si Lancang Cerita Rakyat Riau. Alkisah tersebutlah sebuah cerita, di daerah Kampar, Riau, pada zaman dahulu hiduplah si Lancang dengan ibunya. Mereka hidup dengan sangat miskin. Mereka berdua bekerja sebagai petani.

Untuk memperbaiki hidupnya, maka Si Lancang berniat merantau. Pada suatu hari ia meminta ijin pada ibu dan guru ngajinya. Ibunya pun berpesan agar di rantau orang kelak Si Lancang selalu ingat pada ibu dan kampung halamannya. Ibunya berpesan agar Si Lancang jangan menjadi anak yang durhaka.

Si Lancang pun berjanji pada ibunya tersebut. Ibunya menjadi terharu saat Si Lancang menyembah lututnya untuk minta berkah. Ibunya membekalinya sebungkus lumping dodak, kue kegemaran Si Lancang.

Setelah bertahun-tahun merantau, ternyata Si Lancang sangat beruntung. Ia menjadi saudagar yang kaya raya. Ia memiliki berpuluh-puluh buah kapal dagang. Dikhabarkan ia pun mempunyai tujuh orang istri. Mereka semua berasal dari keluarga saudagar yang kaya. Sedangkan ibunya, masih tinggal di Kampar dalam keadaan yang sangat miskin.

Pada suatu hari, Si Lancang berlayar ke Andalas. Dalam pelayaran itu ia membawa ke tujuh isterinya. Bersama mereka dibawa pula perbekalan mewah dan alat-alat hiburan berupa musik. Ketika merapat di Kampar, alat-alat musik itu dibunyikan riuh rendah. Sementara itu kain sutra dan aneka hiasan emas dan perak digelar. Semuanya itu disiapkan untuk menambah kesan kemewahan dan kekayaan Si Lancang.

Berita kedatangan Si Lancang didengar oleh ibunya. Dengan perasaan terharu, ia bergegas untuk menyambut kedatangan anak satu-satunya tersebut. Karena miskinnya, ia hanya mengenakan kain selendang tua, sarung usang dan kebaya penuh tambalan. Dengan memberanikan diri dia naik ke geladak kapal mewahnya Si Lancang.

Begitu menyatakan bahwa dirinya adalah ibunya Si Lancang, tidak ada seorang kelasi pun yang mempercayainya. Dengan kasarnya ia mengusir ibu tua tersebut. Tetapi perempuan itu tidak mau beranjak. Ia ngotot minta untuk dipertemukan dengan anaknya Si Lancang. Situasi itu menimbulkan keributan.

Mendengar kegaduhan di atas geladak, Si Lancang dengan diiringi oleh ketujuh istrinya mendatangi tempat itu. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan bahwa perempuan compang camping yang diusir itu adalah ibunya. Ibu si Lancang pun berkata, “Engkau Lancang … anakku! Oh … betapa rindunya hati emak padamu. Mendengar sapaan itu, dengan congkaknya Lancang menepis. Anak durhaka inipun berteriak, “mana mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu. Kelasi! usir perempuan gila ini.”

Ibu yang malang ini akhirnya pulang dengan perasaan hancur. Sesampainya di rumah, lalu ia mengambil pusaka miliknya. Pusaka itu berupa lesung penumbuk padi dan sebuah nyiru. Sambil berdoa, lesung itu diputar-putarnya dan dikibas-kibaskannya nyiru pusakanya. Ia pun berkata, “ya Tuhanku … hukumlah si Anak durhaka itu.”

Dalam sekejap, turunlah badai topan. Badai tersebut berhembus sangat dahsyatnya sehingga dalam sekejap menghancurkan kapal-kapal dagang milik Si Lancang. Bukan hanya kapal itu hancur berkeping-keping, harta benda miliknya juga terbang ke mana-mana. Kain sutranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan dan menjadi Sungai Ogong. Tembikarnya melayang menjadi Pasubilah. Sedangkan tiang bendera kapal Si Lancang terlempar hingga sampai di sebuah danau yang diberi nama Danau Si Lancang.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.



Asal Mula Nama Pulau-pulau di Mentawai

Cerita Dongeng Indonesia - Portal dongeng anak Indonesia, cerita dongeng, cerita rakyat Indonesia, Dongeng Nusantara, cerita binatang Fabel, Hikayat, Legenda Indonesia dan Dongeng Asal Usul.
Cerita Dongeng Indonesia - Asal Mula Nama Pulau-pulau di Mentawai, cerita dari Sumatera Barat. Kepulauan Mentawai adalah nama salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Barat. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 kelompok pulau utama yang berpenghuni, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan yang mayoritas dihuni oleh suku Mentawai. Di sekitar keempat pulau utama tersebut terdapat beberapa pulau kecil yang telah diberi nama. Pemberian nama untuk pulau-pulau kecil tersebut terkait dengan pengembaraan masyarakat suku Mentawai dari daerah Simatalu, Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat untuk mencari daerah baru. Pulau-pulau manakah yang dimaksud dalam cerita ini? Berikut kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Pulau-pulau Di Mentawai.

Dahulu, suku Mentawai masih tinggal dalam satu kampung bernama Simatalu yang kini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara. Mereka senantiasa hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain. Suatu ketika, kerukunan masyarakat di kampung itu terpecah akibat ulah seorang warganya yang membuat kekacauan.

Hari itu, tampak seorang lelaki setengah baya berjalan seorang diri menuju ke hutan untuk mencari kayu bakar. Saat sedang asyik mengumpulkan ranting-ranting kayu yang sudah kering, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon sipeu (nama buah yang terdapat di Siberut Utara). Rupanya, pohon sipeu itu sedang berbuah lebat dan mulai masak. Maka, ia pun membuat garis lingkaran di tanah mengelilingi batang pohon itu.

“Semoga buah pohon sipeu ini jatuh di dalam lingkaran yang ku buat ini sehingga akan menjadi milikku,” gumam lelaki setengah baya itu dengan penuh harapan.

Usai berkata demikian, lelaki setengah baya itu pun pulang sambil memikul kayu bakar yang telah dikumpulkannya. Selang beberapa saat kemudian, datang pula seorang lelaki lain di tempat itu. Saat melihat garis lingkaran di bawah pohon sipeu itu, ia pun tertarik untuk membuat garis lingkaran yang lebih luas.

“Ah, aku juga mau membuat garis lingkaran di sini. Semoga buah sipeu ini jatuh di dalam lingkaranku,” harapnya seraya meninggalkan tempat itu.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali si lelaki yang pertama kembali mendatangi tempat itu. Mulanya, ia merasa senang karena melihat ada sebuah sipeu yang sudah masak jatuh di garis lingkarannya. Namun, ketika hendak mengambil buah itu, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah sipeu lain yang lebih besar dan tergeletak di dalam garis lingkaran yang dibuat oleh orang lain. Pada saat itulah muncul sifat serakahnya.

“Ah, masak aku yang lebih awal membuat garis lingkaran hanya mendapatkan buah sipeu kecil?” gumamnya. “Selagi orang itu belum datang, sebaiknya aku tukar saja buah sipeu itu.”

Lelaki yang serakah itu cepat-cepat mengambil buah sipeu yang besar kemudian menaruh sipeu kecil miliknya ke dalam garis lingkaran orang lain. Setelah itu, ia bergegas kembali ke rumahnya dengan perasaan senang. Sepeninggal lelaki paruh baya itu, lelaki yang kedua pun tiba di tempat itu. Betapa senang hatinya saat melihat sebuah sipeu kecil tergeletak di dalam garis lingkarannya. Namun, ketika hendak mengambil buat itu, ia merasa ada sesuatu yang janggal pada tempat buah itu terjatuh. Jejak buah yang tercetak di tanah itu tidak sama dengan buah sipeu miliknya.

“Hai, kenapa jejak buah sipeu ini jauh lebih besar daripada buahnya?” gumam lelaki itu, “Pasti ada sesuatu yang tidak beres.”

Merasa curiga, lelaki kedua itu pun segera memeriksa garis lingkaran milik orang lain. Dugaannya benar. Setelah mencocokkan jejak yang ada di garis lingkaran itu dengan buah sipeu yang dipegangnya ternyata ukurannya sama persis. Dengan perasaan kecewa, ia pun membawa pulang buah sipeu itu. Setiba di rumah, ia kemudian berpikir bahwa seseorang pasti telah berlaku tidak adil pada dirinya. Ia merasa telah ditipu dan tenggelam dalam perasaan resah. Tak mau berlama-lama terhanyut dalam perasaan tertipu dan resah, maka ia pun berniat untuk menyelidiki siapa yang telah melakukan kecurangan itu.

“Ah, aku harus mencari tahu siapa orang yang telah menipuku itu,” tekadnya.

Keesokan harinya, lelaki yang kedua itu datang lebih pagi ke hutan. Ia kemudian memanjat pohon sipeu itu lalu mengambil dua buahnya dengan ukuran yang berbeda. Buah sipeu yang lebih besar diletakkan di garis lingkaran miliknya, sedangkan buah sipeu yang kecil diletakkan di garis lingkaran orang lain. Setelah itu, ia bersembunyi di balik semak-semak.

Tak berapa lama kemudian, lelaki yang pertama pun datang. Dengan cepat-cepat ia kembali menukar buah sipeu kecil yang jatuh di lingkrannya dengan buah sipeu besar milik orang lain. Lelaki kedua yang menyaksikan kejadian itu pun jadi tahu bahwa orang yang telah menipunya selama ini adalah tetangganya sendiri, orang sekampung di Simatalu. Karena tidak ingin terjadi pusabuat (perpecahan) di antara mereka, ia memilih mencari daerah baru untuk tempat tinggal.

Suatu hari, lelaki yang kedua beserta seluruh sanak keluarganya meninggalkan kampung Simatalu. Mereka berlayar tanpa arah dan tujuan yang jelas. Setelah beberapa hari mengarungi samudera, sampailah mereka di suatu daerah yang bermuara dua. Rombongan ini singgah sejenak di daerah itu dan memeriksa keadaan sekitar. Setelah memeriksa kondisi cuaca dan iklim, ternyata daerah tersebut dianggap tidak bagus untuk dijadikan tempat tinggal. Akhirnya rombongan ini memutuskan untuk meninggalkan daerah itu. Namun, sebelum pergi, mereka menamakan daerah tersebut dengan nama Dua Monga (dua muara).

Rombongan ini akhirnya melanjutkan pelayaran hingga sampai di suatu daerah yang lain. Ketika kapal mereka tiba daerah itu, anjing yang mereka bawa mendahului turun. Maka, daerah itu pun mereka namai Majojok. Setelah mereka memeriksa keadaan alamnya, ternyata daerah itu tidak cocok juga untuk dijadikan tempat tinggal. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk mencari daerah lain.

Setelah beberapa hari berlayar, rombongan pengembara itu sampai pada suatu daerah. Ketika hendak turun dari kapal, gelang salah seorang anggota rombongan terjatuh. Maka daerah itu mereka namakan Bele Raksok, yang artinya gelang jatuh. Usai memeriksa keadaan di sekitarnya, daerah itu juga dinilai masih belum cocok untuk dijadikan tempat tinggal.

Rombongan pun kembali berlayar hingga sampai di sebuah daerah di Siberut Selatan. Pemandangan di sekitar daerah tersebut sungguh mempesona. Pantainya berpasir putih sehingga tampak bagus dan indah. Mereka pun menamai daerah itu Bulau Buggei, yang artinya pasir putih. Namun, setelah diteliti, ternyata daerah itu masih dianggap kurang cocok sehingga mereka pun melanjutkan pelayaran.

Setelah beberapa hari berlayar, rombongan itu kembali berlabuh di sebuah daerah di Siberut Selatan. Oleh karena daerah itu memiliki banyak Muntei, maka mereka menamainya Muntei. Setelah diteliti, daerah itu juga tidak juga cocok dijadikan tempat untuk menetap. Akhirnya, mereka kembali meneruskan pelayaran. Di tengah perjalanan, rombongan itu mulai dilanda rasa putus asa.

“Sudah banyak daerah kita kunjungi, tapi belum juga ada yang cocok untuk dijadikan tempat menetap. Ingin kembali ke Simatalu juga sudah tidak mungkin,” ungkap salah seorang rombongan itu.

“Kalau begitu, sebaiknya kita meneruskan pelayaran,” ujar seorang anggota rombongan yang lain.

Akhirnya, rombongan itu kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah pulau yang banyak terdapat pohon Paddegat. Mereka pun menamai pulau itu Pulau Mapaddegat. Pulau ini kini termasuk ke dalam wilayah Sipora. Karena tempat itu tidak cocok untuk dijadikan tempat menetap, rombongan ini akhirnya meneruskan pelayaran.

Pelayaran kembali dilanjutkan hingga rombongan tiba di Tuapejat yang masih termasuk ke dalam wilayah Sipora. Setelah diteliti, daerah itu memiliki cuaca dan iklim yang bagus sehingga mereka pun memutuskan untuk menetap di sana. Mereka mulai membangun rumah dan membuka lahan perkebunan untuk ditanami. Daerah itu terus berkembang sehingga lama-kelamaan menjadi kampung yang ramai. Hingga kini, Tuapejat menjadi sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Sipora Utara sekaligus sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Demikian cerita Asal Mula Nama Pulau-Pulau Di Mentawai dari daerah Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa perpecahan tidak akan terjadi sekiranya lelaki yang pertama mau berbuat jujur. Dia seharusnya mensyukuri apa yang telah menjadi rejekinya dan menghormati hak orang lain.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.



Asal Usul Tari Guel

Cerita Dongeng Indonesia - Portal dongeng anak Indonesia, cerita dongeng, cerita rakyat Indonesia, Dongeng Nusantara, cerita binatang Fabel, Hikayat, Legenda Indonesia dan Dongeng Asal Usul.
Cerita Dongeng Indonesia - Dongeng Asal Usul. Asal Usul Tari Guel (Aceh). Portal Edukasi dongeng anak Indonesia, cerita dongeng, cerita rakyat Indonesia, Dongeng Nusantara, cerita binatang, Fabel, Hikayat, Legenda Indonesia, Dongeng Asal Usul, Cerita rakyat nusantara, kumpulan kisah dongeng anak indonesia, kumpulan cerita anak Indonesia, kumpulan cerita lucu, daftar cerita dongeng, fabel, hikayat, tips belajar, edukasi anak usia dini, PAUD, dan Balita.

Tari guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo di Aceh. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.

Konon, tari Guel berasal daru dua orang putera Sultan Johor, Malaysia, bernama Muria dan adiknya yang bernama Segenda. Alkisah, pada suatu hari kedua kakak-beradik itu disuruh oleh orang tuanya menggembala itik di tepi laut. Sambil menggembala, untuk mengisi kebosanan, mereka bermain layang-layang. Suatu saat, datanglah angin kencang yang membuat layang-layang mereka putus. Sekuat tenaga mereka mengejar layang-layang ter­sebut. Mere­ka lupa bahwa pada saat itu me­reka sedang menggembala itik, hingga itiknya pun pergi entah ke mana.

Setelah gagal menemukan layang-layang mereka, barulah mereka teringat akan itik-itik mereka. Tetapi malang, itik-itik itu tak lagi nampak. Mereka pun pulang dengan ketakutan akan mendapat marah dari orangtua mereka.

Benar juga apa yang mereka pikir­kan. Setiba di rumah, mereka dimarahi ayah mereka. Mereka juga disuruh mencari itik-itik itu, dan tak diizinkan kembali sebelum itik-itik yang hilang itu ditemukan kembali.

Berhari-hari bahkan berbulan-bulan mereka berjalan mencari itik mereka, tapi tak membawa hasil hingga akhirnya mere­ka tiba di Kampung Serule. Dengan tubuh yang lunglai mereka menuju ke sebuah meunasah/langgar dan tertidur lelap. Pagi hari­­nya mereka ditemukan oleh orang kam­pung dan dibawa menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah di­angkat anak oleh baginda raja.

Beberapa waktu berlalu, rakyat Seru­le hidup makmur, aman, dan sentosa. Hal ini di­karenakan oleh kesaktian kedua anak tersebut. Kemakmuran rakyat Serule itu mem­­buat Raja Linge iri dan gusar, se­hing­ga meng­­ancam akan membunuh kedua anak ter­sebut. Malang bagi Muria, ia ber­hasil di­­bunuh dan di­makamkan di tepi Sungai Samarkilang, Aceh Tenggara.

Pada suatu saat, raja-raja kecil ber­kumpul di istana Sultan Aceh di Kutaraja. Raja-raja kecil itu mempersembahkan cap usur, semacam upeti kepada Sultan Aceh. Saat itu, Cik Serule datang bersama Sangede. Saat itu, Raja Linge juga hadir. Saat Raja Serule masuk ke istana, Sangede menung­gu di halaman istana.

Sambil menunggu ayah angkatnya, Sa­­ngede menggambar seekor gajah yang ber­warna putih. Rupanya lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang ke­mu­di­an meminta Sultan mencarikan se­ekor ga­jah putih seperti yang digambar oleh Sangede.

Sangede kemudian menceritakan bah­wa gajah putih itu berada di daerah Gayo, pa­dahal dia sebenarnya belum per­nah me­­­­lihatnya. Maka, saat itu juga Sultan me­me­rintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut gu­na dipersembahkan kepada Sultan. Raja Se­ru­le dan Raja Linge benar-benar kebi­ngu­ng­­an, bagaimana mungkin mencari se­suatu yang belum pernah dilihatnya.

Sangede menyesal karena bercerita bahwa gajah putih itu ada di Gayo hingga ayah angkatnya mendapat tugas mencari­nya. Dalam kebingungan itu, suatu malam Sangede bermimpi bertemu dengan Muria yang memberitahu bahwa gajah putih itu berada di Samarkilang, dan sebenarnya ga­jah putih itu adalah dirinya yang menjel­ma saat dibunuh oleh Raja Linge.

Pagi harinya, Sangede dan Raja Seru­le yang bergelar Muyang Kaya pergi ke Sa­mar­kilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, setelah beberapa sa­­at mencari, mereka berdua menemukan ga­­jah putih itu sedang berkubang di ping­gir­­an sungai.

Sangede dan Raja Serule Muyang Kaya kemudian dengan hati-hati mengena­kan tali di tubuh gajah yang nampak pe­nurut itu. Tetapi saat akan dihela, gajah pu­tih itu lari sekuat tenaga. Raja Serule dan Sa­­ngede tak mampu menahannya. Mereka ha­nya bisa mengejarnya hingga suatu saat ga­j­ah itu berhenti di dekat kuburan Muria di Samarkilang.

Anehnya, gajah putih itu berhenti se­perti sebongkah batu. Tak bergerak sedikit pun meski Sangede dan Raja Serule men­coba menghelanya. Berbagai cara dicoba oleh Sangede agar gajah putih itu mau beranjak dan menuruti perintahnya untuk diajak pergi ke istana Kutaraja. Tetapi, se­mua­nya sia-sia.

Sangede kehabisan akal. Akhirnya, dia bernyanyi-nyanyi untuk menarik perhatian gajah putih. Sambil bernyanyi, Sangede meliuk-liukkan tubuhnya. Raja Serule ikut-ikutan menari bersama Sangede di depan gajah putih agar mau bangkit dan menuruti perintahnya. Di luar dugaan, gajah putih itu ter­tarik juga oleh gerakan-gerakan Sa­nge­­de, dan kemudian bangkit. Sangede te­rus menari sambil berjalan agar gajah itu meng­ikuti langkahnya. Akhirnya, gajah itu pun meng­ikuti Sangede yang terus menari hingga ke istana. Tarian itu disebutnya tari­an Guel hingga sekarang.

Sangede menyadari bahwa sesuatu ajakan kepada seseorang atau kepada binatang tidaklah harus dengan cara yang kasar. Dengan sebuah tarian pun akhirnya gajah putih itu menuruti ajakannya.

Gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan oleh Raja Cik Serule dan Segenda itu akhirnya menjadi vikal bakal tari ugel yang menjadi tari tradisional khas rakyat Gayo.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.


Dongeng Asal Usul Air Laut Asin

Cerita Dongeng Indonesia - Dongeng Asal Usul Air Laut Asin. Disebuah perkampunagan nun jauh disana hiduplah sepasang kakak beradik kembar, meskipun kembar mereka mempunyai watak yang berbeda satu sama lain, Sang adik memiliki watak yang sabar dan belas asih kepada sesama, kebalikan nya sang kakak ceroboh dan angkuh, mereka sama-sama miskin pekerjaan keduanya hanyalah seorang nelayan, jika pagi mereka mencari makan, sore harinya dihabiskan buat santap malam sekeluarga terkadang keduanya tidak makan sama sekali ketika hasil tangkapan ikannya lagi sepi. Sang adik yang baik hati bernama latando sedangkan istrinya bernama seruni, sedangkan sang kakak yang congkak bernama latanday sang istri bernama Jelita, keduanya tinggal dalam satu pekarangan namun rumah yang berbeda.

Suatu hari Latando dengan Latanday mengeluh karena hasil tangkapan ikan sore itu tidak sesuai dengan harapan mereka, mereka pulang kerumah dengan tangan hampa, setibanya dirumah latanday marah-marah kepada istri nya karena hanya menghidangkan nasi saja tanpa lauk sedikitpun, sementara Latando menerima hidangan yang disiapkan oleh isteri nya dengan senang hati meskipun hanya nasi dan lauk pauk seadanya. "Alhamdulillah bu, sekarang kita masih bisa makan, nikmati saja pemberian Tuhan ini dengan penuh rasa syukur” latando mencoba mengingatkan istri nya.

“Iya pak, ibu mengerti seharian ini bapak ke laut susah payah mencari ikan, ibu tidak marah kok meskipun tidak ada hasil, yang penting bapak pulang dengan selamat”. Kata sang istri sambil menghidangkan makanan, ketika mereka tengah asyik mengobrol terdengar suara gaduh dari sebelah rumahnya, sura itu berasal dari rumahnya latanday.

“Keluar kamu pengemis malas, bisa nya cuma meminta-minta saja,kamu tahu cari makanan itu sulit, pergi saja, sebelum aku usir degan kasar” Latanday terlihat agak kesal dibuat nya, melihat hal itu latando agak sedikit iba pada kakek pengemis yang berpakaian compang-camping itu.

“kakek, sini. makan bersama kami disini”. Kemudian pengemis itu menghampiri latando, disuruhnya pengemis itu masuk, dengan lahap nya makan, sampai-sampai jatah makan untuk dia dan istri nya dihabiskan pula, melihat hal itu mereka hanya tersenyum, mereka sudah saling mengingatkan jika ada makanan ataupun tidak, rezeki sudah ada yang mengatur, hingga tidak perlu berkeluh kesah.

“kakek sudah kenyang?” Tanya latando dengan senyum tersungging dibibirnya “Sudah nak, terimakasih bapak kenyang sekali, tapi… kakek minta maaf, saking laparnya hingga tidak menyisakan barang sedikitpun” Kata kekek pengemis, kalau saja si latanday yang di perlakukan seperti itu mungkin dia akan marah besar, lain hal nya saat ini latando menerima dan pasrah meskipun dalam keadaan lapar.

“Kamu baik sekali nak, sebagai balasan atas kebaikan mu. Terimalah ini pemberian kakek sebuah lesung penumbuk garam, namun ini bukan lesung sembarangan nak, pergunakan alu ini, kemudian tumbukklah, maka dari dalam lesung ini akan mengeluarkan garam terus menerus sampai kamu mengetukkan alu ini ketanah tiga kali” kakek memberikan lesung kecil itu pada latando, ia sangat gembira menerima pemberian kakek itu, karena senang nya, sampai-sampai tidak menyadari kepergian kakek-kakek tadi.

Latando menumbukkan alu ke lesung itu tiga kali dengan ajaib keluarlah garam dari dalamnya kemudian ketika mengetukkan nya ketanah lesung itu berhenti mengeluarkan garam, setiap kali dia membutuhkan uang tinggal menjual garam-garam yang keluar dari lesung ajaib itu, lama-kelamaan laando menjadi kaya raya berkat lesung pemberian kakek pengemis, sehingga menimbulkan keirian dihati latanday, dia mengetahui perihal lesung ajaib milik adik nya itu, kemudian dengan siasat licik nya dia berupaya untuk merebutnya.

“hahahaha dasar bodoh, tolol. Goblok, kena tipu dia, padahal aku bilang hanya pinjam saja” tawa latanday penuh kegirangan, setelah meminjam lesung itu kemudian dia dan istri nya pergi menyeberangi lautan, meninggalkan perkampungan, di tengah-tengah lautan latanday tertawa terbahak-bahalk. “hahahaha baik nya kita coba keajaiban lesung ini, mana penumbuknya istriku. Sini”pinta latando tidak sabar untuk menyaksikan keajaiban lesung tersebut “ini suamiku” sang istri menyerahkan penumbuk itu pada suaminya “hahahahahaha… kita kaya istriku, lihatlah ini, garam nya semakin banyak hahaha”

Latanday tidak menyadari kalau semakin bertambah saja garam memenuhi perahunya, dia berusaha menghentikan garam yang keluar dari dalam lesung itu, tidak akan mungkin ada daratan untuk mengetukkan alu ini, lama kelamaan isi perahu latanday semakin penuh, saking penuhnya tidak bisa ia keluarkan denga cepat, perahu pun tenggelam karena kelebihan beban, bersama dengan itu latanday dengan istrinyapun ikut tenggelam kedasar lautan, sementara lesung itu terus saja mengeluarkan garam sampai mengubah air laut yang semulanya tawar menjadi asin. Konon Lesung yang tenggelam kedasar laut itulah Yang Menyebabkan Air Laut Asin.

Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.