Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Diusir oleh Raja, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Nasib apalagi kali ini yang dialami oleh Abu Nawas. Gara-gara mimpi buruk raja Harun Ar Rasyid tadi malam, ia diusir dari tanah tempat ia dilahirkan. Sungguh memprihatinkan sekali. Namun, apadaya rakyat biasa seperti Abu Nawas. Bagaimana juga, ia harus pergi meninggalkan kampung halamannya yang ia cintai.
Masih kuat di ingatan Abu Nawas, ucapan baginda raja yang ditujukan kepadanya. Kata-kata raja senantiasa terngiang di telinga, "Semalam, aku bertemu dengan seorang lelaki tua di dalam mimpiku. Kakek itu memakai jubah berwarna putih. Kakek tua itu mengatakan sesuatu yang mencengangkan, bahwa negeri ini akan diterpa bala bencana jika orang dengan nama Abu Nawas masih bercokol di negeri ini. Abu Nawas harus diusir dari negeri ini, karena membawa sial. Ia boleh tinggal lagi di negeri ini dengan syarat tidak boleh dengan jalan kaki, merangkak, berlari, melompat, menaiki keledai atau binatang tunggangan lainnya"
Maka, Abu Nawas pergi meninggalkan rumahnya. Ia melangkah meninggalkan istrinya dengan membawa bekal secukupnya. Sang istri hanya bisa mengiringi kepergian Abu Nawas dengan tangis air mata yang berderai. Tanpa terasa, sudah 2 hari perjalanan Abu Nawas dengan menaiki keledainya. Bekal yang ia bawa pun telah menipis. Sebenarnya, Abu Nawas tidak terlalu sedih atas pengusiran terhadap dirinya. Bahkan, ia tidak meresapinya sama sekali. Justru yang ia rasakan adalah sebaliknya. Abu Nawas semakin bertambah yakin bahwa Alloh, Sang Maha Perkasa akan melepaskannya dari kesulitan yang kini membelenggu dirinya. Bukankah Alloh merupakan sebaik-baik teman? Hal ini sangat dirasakannya, terutama di saat seperti ini.
Sudah beberapa hari ini, Abu Nawas tinggal di negeri orang. Ia tidak bisa mengelak dari rasa rindu yang mendalam kepada kampung halamannya. Rasa rindu yang menyayat hati, menderu-deru laksana dinginnya Jamharir yang sulit untuk dibendung. Jalan keluar harus ia dapatkan dengan jalan berfikir. Namun, dengan cara apa ia harus lepas dari masalah ini? Berbagai tanya ia lontarkan dalam hati. "Sebaiknya aku minta tolong kepada seseorang untuk menggendongku hingga tiba di kampung halaman. Namun, apakah ada yang sanggup dan sudi menolongku dengan cara itu? Hmm, bagaimana pun aku harus mampu menolong diriku tanpa bantuan dari orang lain"
Sekarang adalah hari ke sembilan belas. Di pagi ini, Abu Nawas telah menemukan sebuah cara untuk kembali ke kampung halaman tanpa melanggar larangan baginda raja. Setelah ia siap dengan rencananya itu, ia pun berangkat untuk melakukan perjalanan ke negerinya.
Rindu bercampur bahagia, senang dan haru berbaur jadi satu. Kerinduan yang melecut-lecut kalbu, semakin deras menerpa hati Abu Nawas. Semakin mendekati negerinya, rasa itu makin menjadi-jadi. Mengetahui kedatangan Abu Nawas, seluruh penduduk negeri merasa sangat gembira. Kabar mengenai pulangnya Abu Nawas langsung menyebar ke segala penjuru tak ubah semerbak bunga yang harum menusuk hidung. Kabar ini sampai ke telinga baginda pada akhirnya. Sang raja juga merasa gembira, namun berbeda alasan dengan rakyat.
Rakyat sangat mencintai Abu Nawas, oleh karenanya mereka gembira dengan kedatangannya. Sedangkan raja gembira, karena kesampaian juga menghukum Abu Nawas. Kali ini Abu Nawas tidak dapat mengelak dari hukuman. Namun apa yang terjadi? Baginda sangat kecewa dan terpukul lantaran menyaksikan cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda tidak menyangka kalau ternyata Abu Nawas datang dengan bergelayutan di bawah perut keledai. Jadi, Abu Nawas sama sekali tidak melanggar larangannya dan lepas dari sangsi berupa hukuman. Abu Nawas tidak mengendarai keledainya, namun menggelantungkan dirinya.