Namun disuasana tenang damai tersebut, tiba-tiba masyarakat digegerkan dengan kemunculan burung besar. "Ada burung raksasa!... Ada burung raksasa!!!", teriak penduduk negeri yang melihat burung raksasa itu memecah ketenangan. Mereka tidak tahu darimana asalnya burung raksasa yang tiba-tiba datang mengamuk itu. Burung raksasa itu sangat menakutkan, paruhnya besar dan tajam mengkilat. Sekali mematuk manusia langsung menemui ajal. Cakarnya dapat langsung mencengkeram puluhan orang dan dibuat tak berdaya. Kepakan sayapnya membuat hampir seluruh wilayah negeri menjadi gelap gulita. Seluruh rakyat negeri itu menjadi panik dan ketakutan.
"Tenang semua !... Kita harus melawan burung raksasa itu?" kata Mahapatih kepada Raja. Raja pun segera mengirim ribuan prajurit tangguhnya, tentara pilihan untuk meringkus burung raksasa itu. Bermacam senjata diarahkan ke tubuh burung raksasa itu, namun semua usaha sia-sia. Bahkan burung raksasa itu semakin membabi buta, mengamuk bagai banteng terluka. Tak seorang prajurit pun yang selamat, demikian pula dengan nasib penduduk negeri. Sawah dan ladang menjadi porak poranda. Keadaan negeri yang rukun dan damai itu, bagaikan kalah perang dan hancur binasa.
Melihat kerajaan yang sudah luluh lantak dan tak ada lagi rumah, sawah, maupun harta benda yang tersisa, semuanya itu membuat rakyat yang masih tersisa menjadi sangat tersiksa. Maka dengan sisa kekuatan yang ada, prajurit dan rakyat yang sempat melarikan diri bahu membahu menyusun kekuatan dan mengumpulkan senjata apa saja untuk melawan burung raksasa yang jahat itu. Berkat kekompakan dan kerjasama antara prajurit dan rakyat yang mati-matian melawan burung raksasa, akhirnya burung raksasa kelelahan dan menghentikan serangannya. Rakyat bersyukur kepada Tuhan untuk sementara terhindar dari serangan burung raksasa tersebut.
Namun, beberapa hari kemudian mereka kembali dikejutkan oleh kedatangan seekor ular raksasa. Ular itu mendatangi istana kemudian ia membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidah berbisa dihadapan keluarga Raja yang sangat ketakutan. "Jangan takut Baginda raja, hamba tidak akan membunuh Baginda dan keluarga, asalkan Baginda sudi mengabulkan permohonan hamba," kata ular itu sambil mendesis.
Mendengar ucapan ular raksasa yang memberi tanda tidak akan membahayakan keluarganya, Raja memberanikan diri berkata pada ular raksasa. "Siapakah engkau sebenarnya hai ular? Dan apa keinginanmu ?," tanya Raja. "Nama hamba Ular Dandaung," jawab ular raksasa dengan penuh hormat. "Hamba ingin memperistri salah seorang putri Baginda," lanjutnya.
Tentu saja keluarga Raja terperanjat kaget bukan kepalang. Bahkan putri sulung dan kelima adiknya menjerit ketakutan sambil merangkul ibundanya. Namun, Raja tetap berusaha tenang dan berusaha menguasai keadaan agar jangan sampai suasana menjadi kacau. Raja berpikir sejenak sambil mengatur nafas. Beliau ingin mencari jalan keluar yang terbaik, sebab bila beliau salah langkah, pasti jiwa mereka terancam. "Aku tidak menolak, tetapi juga tidak menerima permintaanmu," kata Raja setengah kebingungan. "Aku harus bertanya kepada putri-putriku," tambahnya. Mendengar jawaban Raja, mata Ular Dandaung bersinar-sinar seperti mengharapkan kepastian dari salah seorang putri Raja.
Namun putri-putri Raja dari yang sulung sampai putri keenam tidak mau menerima pinangan Ular Dandaung.
"Aku tidak mau kawin dengan ular yang menjijikkan !,". "Cuih !. Lebih baik aku mati, daripada kawin dengannya", begitulah kata-kata yang keluar dari putri-putri Raja.
Pada akhirnya, Putri Bungsu pun menjawab, "Aku bersedia menjadi istrinya," ucapnya pelan, sambil bersimpuh di depan ayahandanya. Beberapa hari kemudian, Putri Bungsu dan Ular Dandaung diumumkan sebagai suami istri yang sah. Tentu saja banyak ejekan maupun cemooh dari keenam kakaknya, namun ia jawab dengan senyuman manis.
Pada suatu malam, Putri Bungsu tiba-tiba terbangun dan terkejut melihat yang berada di sampingnya bukan Ular Dandaung, melainkan seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa berbusana Raja. "Jangan terkejut Putri, aku ini suamimu. Kau telah menolongku bebas dari kutukan," kata Ular Dandaung meyakinkan. Setelah Putri Bungsu tenang, Ular Dandaung kemudian bercerita bahwa ia dikutuk karena kesalahannya. Ia akan terbebas dari kutukan apabila dapat memperistri seorang putri raja, dan ia berhasil.
Melihat kejadian itu, keenam kakak Putri Bungsu menyesal. Namun apalah daya, nasi telah menjadi bubur. Ular Dandaung ternyata seorang yang sakti mandraguna. Melihat kerajaan mertuanya porak poranda ia langsung turun tangan. Ia segera mencari Burung Raksasa. Terjadilah pertempuran hebat. Ular Dandaung mengerahkan segala kesaktiannya dan akhirnya berhasil membinasakan burung raksasa tersebut. Sejak saat itu, kerajaan tersebut menjadi aman dan tenteram.
Pesan Moral Cerita Legenda Ular Dandaung adalah : Setiap kejadian buruk yang menimpa kita, pasti akan ada hikmahnya. Jangan melihat sesuatu dari tampilan luarnya, apa yang tampak buruk pada lahirnya belum tentu buruk pada isinya.