Dongeng Fabel Kuda, Kancil dan Gajah

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Kuda, Kancil dan Gajah, Semut dan Cicak...

Showing posts with label Abu Nawas. Show all posts
Showing posts with label Abu Nawas. Show all posts

Abu Nawas Ingin Terbang

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Ingin Terbang, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Ingin Terbang, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada saat itu Abu Nawas yang terkenal cerdas sedang di tangkap oleh Raja karena kritikannya terhadap Raja Harun. Namun yang namanya Abu Nawas, selalu saja punya cara cerdas untuk memoloskan diri dari hukuman. Sebelum menjalani hukuman, Ia mengaku kepada pengawal kerajaan bahwa ia memiliki ilmu tinggi dan ia ingin terbang. Kabar Abu Nawas ingin terbang akhirnya terdengar oleh Raja Harun.

“Mana mungkin Abu Nawas ingin terbang, dia tidak punya sayap, tidak punya alat-alat khusus, apakah ia punya ilmu khusus?” kata Raja Harun kepada pengawalnya. “Kami tidak tahu paduka, tetapi Abu Nawas sangat meyakinkan,” jawab pengawal. Penasaran dengan hal itu, Raja akhirnya memerintahkan agar Abu Nawas dibawa menghadap Sang Raja. “Abu Nawas, betulkah kamu ingin terbang?” tanya Raja. “Ya Tuanku, memang saya ingin terbang,” jawab Abu Nawas. “Kapan? dan dimana?” tanya Raja secara beruntun. “Hari Jumat yang akan datang ini, dan dari menara Masjid Baitul Rakhim, tak jauh dari rumah saya, jika Raja mengijinkan,” jawab Abu Nawas.

Akhirnya Sang Raja mengijinkan dan bahkan ia berjanji akan membebaskan Abu Nawas jika hal itu yang terjadi. Akan tetapi jika Abu Nawas tak bisa membuktikan, maka hukumannya akan ditambah 100 lecutan rotan, daun kuping dipotong bahkan hukuman gantung.

Berita tentang Abu Nawas ingin terbang itu pun menyebar begitu cepat, tidak hanya di lingkungan kerajaan bahkan sampai seluruh penjuru kota pun membicarakannya. Apalagi mereka juga mendengar tentang hukuman yang akan diterima Abu Nawas jika tidak dapat menepatinya.

Mendengar berita itu, diantara mereka ada yang kagum, ada juga yang deg-degan apabila ternyata Abu Nawas hanya bohong. Sebagian lagi ada juga yang mengabaikan berita itu. Mereka berkata bahwa sebentar lagi pasti Abu Nawas akan digantung karna ulahnya sendiri. Pro kontra akibat ulah Abu Nawas ini membuat masyarakat tidak henti-hentinyanya membahas soal itu. Seakan-akan tidak ada berita lain yang menarik selain itu.

Pada hari yang sudah dinantikan tiba, Jumat sesudah sholat Jumat, lapangan sekitar masjid Baitul Rakhman sudah penuh orang yang ingin menyaksikan kabar yang tersiar seantero kota. Orang biasa, rakyat, penduduk dan penguasa setempat sudah berjubel mengambil tempat masing-masing. Orang-orang menantikan saat yang paling genting dan mendebarkan. Abu Nawas dengan langkah yang sangat gagah dan tak ragu, menaiki tangga menara tertinggi dan orang-orang melihat dengan mata yang tak berkedip, terpaku dan menyatu mengikuti langkah tubuh Abu Nawas.

Orang-orang pun bertanya: “Benarkah Abu Nawas ingin terbang?Betapa luar biasanya dia”. “Silahkan terbang Abu Nawas,! Meski terbang, kau akan tetap mampus karna jatuh. Dan bila tidak jadi terbang, kau akan mampus ditiang gantungan,” ujar sebagian lainnya.

Setelah Abu Nawas sampai puncak menara, suasana menjadi tegang. Mereka merasa akan menyaksikan suatu kejadian yang mencekam dan mengagumkan. Suasana lengang, semua mata terarah hanya pada satu tujuan. Sementara diatas menara, Abu Nawas berdiri dan mulai beraksi. Ia menggerak-gerakan tangannya seolah-olah ingin terbang. Berulang kali merentangkan tangannya seperti burung serta mengibas-ngibaskannya. Namun tetap saja Abu Nawas tidak terbang. Dan orang-orang yang menyaksikan jantungnya mulai berdegup kencang.

Di Pelataran Masjid, nampak hakim sudah memutuskan hukuman. Ia terus membolak-balik kitab Undang-2nya. Kiranya hukuman apa yang pantas untuk Abu Nawas agar kejadian ini tidak terulang kembali. Orang-orang semakin bingung melihat Abu Nawas selesai beraksi dan turun dari menara. Banyak yang mengira Abu Nawas mungkin sudah gila. Lalu Abu Nawas menghampiri mereka

“Apakah kalian tadi lihat bahwa saya ingin terbang,?” ujar Abu Nawas. “Iya, kamu menggerak-gerakan tanganmu seolah ingin terbang,” jawab banyak orang. “Lalu apakah saya berbohong bahwa saya ingin terbang dari menara Masjid Baitul Rakhim,?” tanyanya.

Orang-orang mulai sadar bahwa ini adalah ulah kecerdasan Abu Nawas. Akhirnya mereka menjawab: “Benar, Abu Nawas. Kamu memang ingin terbang.” “Nah, bagaimana? Saya kan tidak bilang saya bisa terbang, tetapi saya ingin terbang, tapi tidak bisa terbang.” Mata-mata mereka saling bertatapan sembari bergumam: “Dasar si Jambul, ada saja ulahnya.” Tapi memang tidak bisa di bantah. Ia memang ingin terbang, jadi bagaimana menghukumnya? Hakimpun menjadi tak berdaya. “Bagaimana saya akan menjeratnya dengan hukuman. Dia memang tidak berbohong,” ucap hakim pasrah. Sesampainya di kerajaan, sang hakim pun menceritakan kejadian itu pada Raja. Sang Raja malah tertawa terbahak-bahak. “Aku sudah menduga, si Jambul itu pasti ada saja ulahnya. Sudah berulang kali aku dibuatnya tertawa oleh kecerdikannya .”

Sang Raja masih tertawa terbahak-bahak. Sementara sang hakim hanya diam dan wajahnya nampak kesal. Ya, memang ada-ada saja tingkah laku abu nawas. Namun semua itu masuk akal, karena memang ia seorang yang cerdas. Dia melakukan semua yang dia pernah katakan. Tidak berbohong dan selalu menepati janji. 



Abu Nawas Hamil dan Hendak Melahirkan

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Hamil dan Hendak Melahirkan, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Sultan Harun Al-Rasyid masygul berat, konon, penyebabnya sudah tujuh bulan Abu Nawas tidak menghadap ke Istana. Akibatnya, suasana Balairung jadi lengang, sunyi senyap. Sejak dilarang datang ke Istana, Abu Nawas memang benar-benar tidak pernah muncul di Istana. “Mungkin Abu Nawas marah kepadaku,” pikir Sultan, maka diutuslah seorang punggawa ke rumah Abu Nawas. “Tolong sampaikan kepada Sultan, aku sakit hendak bersalin,” jawab Abu Nawas kepada punggawa yang datang ke rumah Abu Nawas menyampaikan pesan Sultan. “Aku sedang menunggu dukun beranak untuk mengelurkan bayiku ini,” kata Abu Nawas lagi sambil mengelus-elus perutnya yang buncit.

“Ajaib benar,” kata Baginda dalam hati, setelah mendengar laporan punggawa setianya. “Baru hari ini aku mendengar kabar seorang lelaki bisa hamil dan sekarang hendak bersalin. Dulu mana ada lelaki melahirkan. Aneh, maka timbul keinginan Sultan untuk menengok Abu Nawas. Maka berangkatlah dia diiringi sejumlah mentri dan para punggawa ke rumah Abu Nawas.

Begitu melihat Sultan datang, Abu Nawas pun berlari-lari menyamabut danm menyembah kakinya, seraya berkata, “Ya tuanku Syah Alam, berkenan juga rupanya tuanku datang ke rumah hamba yang hina dina ini.” Sultan dipersilahkan duduk di tempat yang paling terhormat, sementara Abu Nawas duduk bersila di bawahnya. “Ya tuanku Syah Alam, apakah kehendak duli Syah Alam datang ke rumah hamba ini? Rasanya bertahta selama bertahun-tahun baru kali ini tuanku datang ke rumah hamba,” tanya Abu Nawas.

“Aku kemari karena ingin tahu keadaanmu,” jawab Sultan, “Engkau dikabarkan sakit hendak melahirkan dan sedang menunggu dukun beranak, sejak zaman nenek moyangku hingga sekarang, aku belum pernah mendengar ada seorang lelaki mengandung dan melahirkan, itu sebabnya aku datang kemari.”

Abu Nawas tidak menjawab, ia hanya tersenyum. “Coba jelaskan perkatanmu. Siapa lelaki yang hamil dan siapa dukun beranaknya,” tanya Sultan lagi. Maka dengan senang hati berceritalah Abu Nawas. “Knon, ada seorang raja mengusir seorang pembesar istana. Tetapi setelah lima bulan berlalu, tanpa alasan yang jelas, sang Raja memanggil kembali pembear tersebut ke Istana, ini ibarat hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian hamil tanpa menikah. Tentu saja itu melanggar adat dan agama, menggegerkan seluruh negeri.

Lagi pula apabila seorang mengeluarkan titah, tidak boleh mencabut perintahnya lagi, jika itu dilakukan, ibarat menjilat air ludah sendiri, itulah tanda-tanda pengecut. Oleh akrena itu harus berpikir masak-masak sebelum bertindak. Itulah tamsil seorang lelaki yang hendak bersalin, adapun dukun beranak yang ditumggu, adalah baginda kemari,” baginda kemari kata Abu Nawas, adapun beranak yang ditunggu kedatangan Baginda kemari, “kata Abu Nawas.” Dengan kedatangan baginda kemari, berarti hamba sudah melahirkan, yang dimaksud dengan bersalin adalah hilangnya rasa sakit atau takut hamba kepada Baginda.”

“Bukan begitu, kata Sultan. “Ketika aku melarang kamu datang lagi ke istana, itu tidak sungguh-sungguh, melainkan hanya bergurau. Besok datanglah engkau ke istana, aku ingin bicara denganmu. Memang di sana banyak mentri, tetapi tidak seperti kamu. lagipula selama engkau tidak hadir di istana, selama itu pula hilanglah cahaya Balairungku”. “Segala titah baginda, patik junjung tinggi tuanku,” sembah Abu Nawas dengan takdzim. Tetapi Sutan cuma geleng-geleng kepala. Dan tidak seberapa lama kemudian Sultan pun kembali ke Istana dengan perasaan heran bercampur geli….

Air Susu yang Pemalu
Suatu hari Sultan Harun Al-Rasyid berjalan-jalan di pasar. Tiba-tiba ia memergoki Abu Nawas tengah memegang botol berisi anggur. Sultan pun menegur san Penyair, “Wahai Abu Nawas, apa yang tengah kau pegang itu?” Dengan gugup Abu Nawas menjawab, “Ini susu Baginda.” “Bagaimana mungkin air susu ini berwarna merah, biasanya susu kan berwarna putih bersih,” kata Sultan keheranan sambil mengambil botol yang di pegang Abu Nawas. “Betul Baginda, semula air susu ini berwarna putih bersih, saat melihat Baginda yang gagah rupawan, ia tersipu-sipu malu, dan merona merah.” Mendengar jawaban Abu Nawas, baginda pun tertawa dan meninggalkannya sambil geleng-geleng kepala.



Abu Nawas Mengajar Lembu Mengaji Al-Qur’an

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Mengajar Lembu Mengaji Al-Qur’an, Abu Nawas adalah sosok yang sangat fenomenal di dunia hikayat atau cerita dongeng, Dia sosok yang jenaka dengan berbagai macam ulah dan terkenal karena kecerdikan yang dimilikinya.
 
Pagi itu di istana tampak sedang ada ketegangan, “Panggil Abu Nawas kemari hari ini juga,“ titah Sultan Harun Al-Rasyid kepada seorang hambanya. “Tuan Abu Nawas …” kata si hamba raja sesampai di rumah Abu Nawas, “Tuan Hamba dipersilahkan Baginda datang ke istana hari ini juga.” Hanya berjarak setengah jam setelah hamba sahaya tadi sampai di istana, Abu Nawas pun tiba di sana. 
 
“Hai Abu Nawas …” kata Sultan, “Tahukah kamu mengapa kamu aku panggil kemari? Aku minta tolong kepadamu untuk mengajari lembuku supaya bisa mengaji Al-Qur’an. Jika lembu itu tidak dapat mengaji, niscaya aku akan menyuruh mereka membunuh kamu.” “Baiklah Tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas, “Titah tuanku patik junjung di atas kepala patik.” Kemudian Abu Nawas di suruh pulang dengan menghela seekor lembu. Sesampai dirumah lembu itu diikat erat-erat pada sebatang pohon kurma. Esok harinya Abu Nawas mulai memukul lembu itu dengan sebuah cambuk rotan sampai setengah mati. 
 
Ketika binatang itu hampir mengamuk, Abu Nawas mengucapkan kata “atau”, “atau”, “atau”. Perkataan itulah yang diajarkan Abu Nawas kepada lembu itu sambil tetap mengayunkan cambukannya tanpa henti. Pekerjaan itu ia lakukan setiap hari pagi sampai tengah hari dan dari dhuhur sampai maghrib selama beberapa hari sehingga tidak terpikirkan untuk menghadap ke istana. Setengah bulan kemudian baginda menyuruh seorang hamba melihat ke rumah Abu Nawas, apakah dia mampu mengajari lembu itu mengaji atau tidak. Apa yang disaksikan oleh hamba sahaya tadi di rumah Abu Nawas, tiada lain cambukan yang dilancarkan oleh Abu Nawas ke badan lembu itu sambil berkata ”atau, “atau, “atau” sampai binatang itu kesakitan setengah mati. 
 
Maka dilaporkanlah hal itu kepada Baginda Sultan. “Mohon ampun baginda,” kata hamba sahaya itu sesampai di Istana, “Patik lihat Abu Nawas sedang mengajar lembu itu di belakang rumah dengan sebuah cambuk rotan yang besar. Jika tali pengikatnya tidak kuat pastilah lembu itu lepas dan mengamuk, yang diajarkan tidak lain hanyalah tiga patah kata , yaitu “atau”, “atau”, “atau”. Baginda terheran-heran mendengar laporan itu, setelah berpikir sejenak baginda bertitah, “Panggil kemari Abu Nawas sekarang juga, aku mau tahu apakah lembu itu sudah bisa mengaji atau belum.” Tidak lama kemudian Abu Nawas pun sampai di Istana, ia pun datang menyembah. 
 
“Hai Abu Nawas, sudahkah engkau mengajari lembuku itu dan apakah lembu itu sudah bisa mengaji Al-Qur’an?” tanya Baginda Sultan. Sudah bisa sedikit-sedikit, Ya Tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas. “Tadi aku suruh seorang hamba melihat ke rumahmu, katanya engkau mengajari lembu itu kalimat “atau”, “atau”, “atau”. Aku mau tahu apa artinya perkataan itu?” “Ampun ke Duli Syah Alam,” kata Abu Nawas. Arti “atau”, “atau”, “atau” itu adalah jika bukan lembu yang mati, atau hamba, atau tuanku, atau tidak ada salah seorang yang mati, hamba tidak akan puas. 
 
Sebab sampai habis umurnya sekalipun, binatang itu tidak akan bisa mengaji Al-Qur’an. Itu sebabnya binatang itu hamba cambuk agar mati. Dengan demikian hamba senang karena pekerjaan hamba dapat selesai. Atau hamba yang mati, atau Paduka yang mati, atau salah satu, barulah habis perkara lembu itu.” Baginda terperanjat di tempat duduknya, tidak dapat berkata sepatah katapun. Setelah tercenung sejenak, baginda berkata. “Kalau begitu lembu itu boleh kamu ambil, atau kamu jual, atau kamu buat sate.” 
 
“Terima kasih banyak-banyak, ya Tuanku Baginda Syah Alam,” kata Abu Nawas sambil menyembah hingga kepalanya menyentuh tanah. Ia pun mohon diri pulang ke rumah dengan langkah ringan dan hati senang.
 
Demikianlah tadi tentang hikayat Abu nawas yang jenaka, semoga bermanfaat.

Hikayat Abu Nawas Buang Air Besar di Tempat Tidur

Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Buang Air Besar di Tempat Tidur, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Buang Air Besar di Tempat Tidur, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya. Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa. Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya. "Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya, dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000 dirham," titah raja. "Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan.

Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu. Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja. "Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih. "Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda. "Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih. "Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas, bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu," titah Raja.

Utusan tiba di rumah Abu Nawas. Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas. Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas. "Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu utusan itu. "Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perinah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya. "Betul?" tanya utusan Raja. "Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram. "Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati. Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu mengurungkan niatnya. Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu.

Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar. "Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas. "Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja. "Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius.

Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya. Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu. "Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan. "Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas. "Iya..benar," jawab utusan itu. "Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih, ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya. "Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan. "Aku akan pukul kalian sekeras-kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mendapat Hadiah 3000 dirham. Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu. Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas. "Abu Nawas...!" Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan Baginda Raja Harun Ar Rasyid.

"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing-masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki Patih Jakfar. "Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas. "Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih. "Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira. Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya. "Buk...! Buk...! Buuuk....!" "Ampun Abu Nawas...! "Apa kalian mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??" "Tidaaaak....ampuun..."

Ketiga utusan itu lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. Sesaat setelah itu, ki Patih berkata, "Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini. Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang gundah gulana." Abu Nawas menyetujui permintaan Tuanku Jakfar, dan mereka segera berangkat menuju istana setelah semua persiapan dilakukan.