Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Menjadi Tabib, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Kisah yang satu ini mirip dengan apa yang pernah dilakukan oleh ibnu shina(avicenna), seorang filosof terkenal. Adapun kisahnya adalah sebagai berikut. Secara tak terduga, putera mahkota daulat bani Abbasiyah menderita sakit. Sudah banyak tabib(sekarang dokter) yang didatangkan untuk memeriksa dan mengobatinya. Akhirnya, khalifah Harun Al-Rasyid mengadakan sayembara yang boleh diikuti oleh semua lapisan masyarakat, termasuk dari negeri tetangga. Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan itu, dalam waktu beberapa hari saja mampu menyerap ratusan peserta. Nanun tidak ada satupun dari mereka yang berhasil mengobati penyakit yang diderita oleh putera mahkota. Abu Nawas,sebagai sahabat dekat khalifah Harun Al-Rasyid menawarkan jasa baik untuk mengobati / menyembuhkan putera mahkota. Khalifah Harun Al-Rasyid menerima usul itu, namun dengan harap-harap cemas. Abu Nawas pun juga menyadari kalau dirinya bukan tabib, karena itu ia tak membawa peralatan apa-apa.
Para tabib yang ada di istana tercengang melihat Abu Nawas datang tanpa membawa peralatan yang biasa dibawa oleh seorang tabib. Mereka pun berfikir dan meragukan kemampuan Abu Nawas dalam mengobati. “mungkin orang seperti Abu Nawas yang bukan tabib mampu mengobati, sedangkan para tabib terkenal yang membawa peralatan serba lengkap saja tidak mampu mengobatimbahkan menfeteksi penyakitnya pun tidak terlacak?” tanya salah satu tabib yang sejak tadi memperhatikan tingkah laku abu nawas. Abu nawas yang merasa menjadi pusat perhatian, tidak begitu memperdulikannya. Khalifah harun al-rasyid mempersilahkan abu nawas masuk bilik putera mahkota yang sedang berbaring sakit. Ia menghampiri pangeran dan duduk disampingnya.
Cukup lama abu nawas dan putera mahkota saling berpandangan dan memperhatikan. Mereka seperti orang tidak kenal saja. Tidak ada kata-kata yang yang keluar dari insan yang sling berpansangan lantaran keheranan. Kemudian abu nawas keluar dari bilik itu menuju dekat tempat duduk khalifah. “saya membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering berkelana ke berbagai pelosok negeri,” kata abu nawas dengan muka serius.
Orang yang diinginkan abu nawas pun akhirnya didatangkan. Orang itu sudah malang melintang sebagai seorang pengelana. Abu nawas sesaat memandangi lelaki itu seprti seorang pilisi yang mengintrogasi penjahat. Kemudian abu nawas mengajak orang itu masuk ke bilik sang putera mahkota. “tolong sebutkan satu persatu nama-nama desa si daerah selatan!” pinta abu nawas. Ketika orang tua itu menyebutkan nama-nama desa di bagian selatan,abu nawas menempelkan telinganya ke dada sang putera mahkota. Lalu abu nawas memerintahkan lelaki itu agar menyebutkan nama-nama desa di bagian utara, barat, dan timur.
Setelah semua bagian negeri disebutkan, abu nawas memohon izin untuk mengunjungi sebuah desa di sebelah utara. Khlaifah harun al-rasyid merasa heran dengan tingksah laku abu nawas yang tidak biasa diperagakan oleh seorang tabib, aneh dan mengherankan. “engkau juundang kesini bukan untuk bertamasya, tapi untuk menyembuhkan penyakit putraku!” kata khalifah. “hamba tidak bermaksud berlibur paduka,” jawab abau nawas. “tetapi aku tidak mengerti maksudmu.” “maafkan hamba paduka, kurang bijaksana rasanya bila hamba menjelakan sekarang.” Khalifah akhirnya mengiinkan abu nawas/ abu nawas pergi selama dua hari san sekembalinya dari desa itu ia langsung menemui putera mahkota dan memsikkan sesuatu lalu menempelkan teliganya ke dada sang putera mahkota. Setelah itu abu nawas mengangguk-angguk. “oh ...dugaanku tidak salah!” Abu nawas keliar dari bilik putera mahkota dengan wajah yang berseri-seri penuh keyakinan menemui khalifah. “apakah yang mulia masih menginginkan putera mahkota hidup?” “apa maksudmu abu nawas! Jangan gila kamu!” “sabar paduka. Jangan marah! Sebab putera mahkota terserang penyakit T.B.C.” “penyakit apa itu?” “tekanan batin cinta, paduka!” “kamu jangan main-main, abu nawas!” “maaf paduka! Putera mahkota sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini.” “bagaimana kamu bisa tahu?” “ketika salah satu nama desa di bagian utara disebutkan, tiba-tiba degub jantungnya bertambah cepat.sedangkan sangputera mahkota tidak berani mengutarakannya.” “lalu apa yang harus aku lakukan?” “mengawinkannya sang pangeran dengan gadis itu!” “kalau tidak dikawinkan?” “cinta itu buta. Bila tidak berusaha mengobati kebutaanya, maka ia bisa mati.”
Khalifah harun al-rasyid terlihat berpikir keras. Wajahnya menunduk ke lantai istana. Dalam batinnya terjadi pertarungan hebat, antara percaya dan tidak terhadap perkataan abu nawas. Khalifah tahu bahwa abu nawas bukanlah seorang tabib, namun ucapannya masuk akal. “ah,barangkali saran abu nawas ada benarnya,” kata khalifah dengan suara lirih. Abu nawas yang mengamati wajah khalifah yang sedang serius, tidak berani angkat bicara. Suasana menjadi sunyi. Para tabib istana asyik berpikir sendiri-sendiri, entah apa yang mereka pikirkan. Saat wajah khalifah bangkit, tiba-tiba abu nawas angkat bicara, memecah keheningan istana. “bagaimana paduka? Bila tidak, putera mahkota bisa mati.” Rupa-rupanya saran abu nawas tidak bisa ditawar lagi. Begitu disetujui,sang pangeran berangsur-angsur pulih . sebagai tanda terima kasih, abu nawas diberi hadiah cincin permata yang sangat indah.
Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan
kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur
Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng,
Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng,
Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta
Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik
Cerita atau Dongeng.